Analisis cerpen



ANALISIS STRUKTUR DALAM CERPEN “Bintang berprestasi di pinggir jalan” KARYA H. Didin D. Basoeni
                      
A.    Resensi Cerpen         
Pada bagiannya awal cerpen ini diceritakan seorang anak laki-laki berlari ke pinggir toko setelah membersihkan debu kaca salah satu kendaraan dan menerima uang lima ratus rupiah.kemudian  Ia menghitung hasil pendapatannya hari ini. Ia mensyukuri atas rezekinya walaupun hanya tiga ribu lima ratus rupiah. Tak lama kemudian datanglah kawannya yang bernama Wasid, seperti biasa Akum menanyakan pendapatan Wasid hari ini. Wasid mendapatkan empat ribu rupiah  ketika mereka berdua mengobrol, datanglah  Nyai dengan hadiah yang dibawanya, Ia diberi hadiah oleh wanita tua yamg kepalanya bejilbab, berupa 3 lembar uang lima ribu rupiah. Karena Nyai ditanya oleh Wanita tua itu tentang kehidupannya. Kemudian dijelaskanlah oleh Nyai tentang keluarganya yang sebenarnya. Ia menceritakan bahwa ia adalah anak yatim, maka  dari itu ia  yang mencari nafkah untuk membantu ibunya dan kebutuhan sehari-hari. Karena mendapatkan hadiah Nyai mentraktir roti bakar untuk Akum dan Wasid. Mereka menikmati roti bakar tersebut di pos siskamling. Kemudian lewatlah seorang wanita tua di dekat pos kamling tersebut. Pada saat itu adalah bulan purnama mereka bertiga memperbinncangkan tentang Nini Anteh di bulan yang kerjanya menenun kain, Nyai mengingat cerita ibunya kembali, mengenai anak-anak yang meminta baju pada bulan purnama akan dikabulkan keesokan harinya. Setelah Nyai cerita panjang lebar kedua temannya itu tidak percaya dengan Nyai. Kemudian Nyai mengajak kedua temannya itu untuk meminta duit kepada rembulan. Yang awalnya  kedua kawannya tidak percaya menjadi penurut kepada Nyai. Mereka bertiga memohon kepada rembulan supaya diberikan uang untuk keperluan sekolah, untuk membeli buku, tas sekolah dan sepatu. Tak lama kemudian datanglah seorang wanita tua dan berkata, nenek itu bangga mempunyai cucu yang mau bersusah payah mencari rezeki yang halal untuk menuntut ilmu. Nenek itu mendoakan ketiga anak tersebut berhasil menggapai cita-cita dan selamat dunia akhirat. Ia tidak bisa memberi uang kepada ketiga anak itu karena nenek itu tidak mencetak uang di bulan. Nenek itu menyuruh ketiga anak itu untuk segera pulang ke rumah masing-masing karena ibu mereka sudah menunggu.
Sebulan kemudian. Akum, Wasid, dan Nyai di sekolahnya mendapat beasiswa.dari pemerintah. Sebab tiga anak yatim tersebut di sekolahnya masing-masing bisa meraih bintang pelajar teladan. Selain mendapat predikat murid terpandai dalam belajar di sekolahnya Akum, Wasid, dan Nyai juga pandai di bidang Iainnya serta berkelakuan baik. Terhadap orangtua, guru di sekolah maupun kepada teman-temannya serta masyarakat lainnya.


B.     Biografi Tokoh

Mang Ohle


H. Didin D. Basoeni atau lebih dikenal dengan sebutan Mang Ohle karena dialah pembuat karikatur Mang Ohle di Harian Umum Pikiran Rakyatsetiap hari sabtu di halaman pertama. Karikatur Mang Ohle menjadi ikon dan terpilih menjadi gambar dalam perangko PT Pos Indonesia, sehingganamanya berkibar di tingkat nasional.
Mang Ohle boleh dikata yang memberikan jalan saya masuk di lingkungan anak perusahaan Mitra Desa (tahun 1997 berubah nama menjadi Mitrta Bisnis). Semula saya menulis artikel agama, kebetulan tulisan itu dimuat, dan saya akan mengambil honornya. Di ruang redaksi jl. soekarno-Hatta 147 bertemu dengan Mang Ohle yang langsung mengajak ngobrol dan menanyakan aktivitas saya. Saya diajak untuk ikut membantu mengembangkan MD di daerah Bandung dan sekitarnya.
Sejak saat itu, hampir setiap hari datang ke kantor redaksi dan saya belajar untuk memahami pola kerja di MD. Semula saya belum paham sama sekali tetapi lama-kelamaan saya bisa menyesuaikan diri dan tah pola kerja seperti apa yang dikehendaki para pimpinan. Secara pelan tapi pasti,saya mampu bersosialisasi dan bisa bekerja sebagai reporter, yang juga merangkap sebagai sirkulasi dan pencari iklan.
Tahun berganti, apa yang saya lakukan di MB mulai dipehitungkan, apalagi saya mampu  menjual koran dan iklan. Saya pendapatan diperoleh dari penjualan koran, iklan, honor dan nara sumber yang diwawancarai. Saya terus melakukan penetrasi pasar ke berbagai sekolah dan perguruan tinggi. Uang yang masuk pun lebih dari cukup, melebihi gaji PNS, sehingga saat itu saya bisa menabung dan yang membanggakan saya bisa membeli 2 tumbak tanah seharga Rp 2 juta di Sukamulya, dekat solokan dan di belakang sawah membentang luas (yang kemudian menjadi perumahan lingkar yang rumahnya luas dan mewah. Disitu ada rumah seorang pendeta bagaikan istana.
Saya terus bekerja sebagai wartawan yang bisa berhubungan dan berkomunikasi dengan semua orang, termasuk dengan beberapa pejabat. Tetapi saya bertugas di lingkungan lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta.
Lama kelamaan di lingkungan MB mulai terjadi adanya perubahan ketika masuk beberapa orang. Saya mulai diangkat resmi sebagai karyawan setelah 7 tahun sebagai honorer.  SK saya ditandatangani langsung oleh Atang Ruswita sebagai Direktur Utama PR, namun gaji saya hanya mendapat 1/2 nya saja dari karyawan. Disitu ada diskriminasi. Saya tidak tahu mengapa terjadi seperti itu. Saya hanya menerima saja, karena saya akui mendapat pemasukan yang lebih dari cukup, bahkan perabotan rumah tangga termasuk lemari pakaian dan lemari aksesoris bisa dibeli.
Saya ikut merintis dan membesarkan MB, namun akhirnyua harus menerima kenyataan bahwa ternyata seiring perjalanan waktu, akhirnya tanggal 27 Desember 2007, tepat dengan kelahiran saya, saat itu saya menerima uang pesangon yang menurut saya diluar dugaan sebesar  Rp'72juta'yang saya belikan rumah seharga 1p 47 juta dan sisanya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga.
Sejak itulah saya mengalami masa-masa yang membuat saya terasa menyesakkan dada, sebab harus menyesuaikan dengan kehidupan yang baru yang tidak lagi mendapat uang bulanan. Saya harus mandiri, meski terasa sangat berat. Untung saja, istri saya PNS yang bisa ikut membantu kebutuhan rumah tangga. Saya berusaha bangkit dengan segala macam cobaan yang menerpa.

C.    Analisis Data
1)      Alur
Untuk menemukan strukur alur yang digunakan oleh pengarang di dalam cerpen ini peneliti berusaha melihat rangkaian peristiwa yang terdapat di dalam cerpen. Rangkaian peristiwa tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Seorang anak laki-laki telah selesai membersihkan debu kaca salah satu kendaraan di pinggir jalan dan menerima uang, kemudian menghitungnya.
2.      Seorang anak laki-laki itu bersyukur atas pendapatannya di hari itu.
3.      Seorang anak laki-laki lain mendatangi anak laki-laki tadi dan menanyakan berapa pendapatannya di hari itu.
4.      Seorang anak laki-laki lain tadi bernama Wasid dan anak Laki-laki tadi bernama akum.
5.      Perbincangan kedua anak tersebut tentang pendapatan mereka di hari itu.
6.      Datanglah seorang anak laki-laki lain bernama Nyai yang memberi kabar bahwa ia mendapat hadiah.
7.      Akum dan Wasid bertanya kepada Nyai tentang hadiah itu.
8.      Nyai menjelaskan bahwa ia diberi tiga lembar uang lima ribu dari wanita tua yang kepalanya berjilbab karena wanita tua itu bertanya kepada nyai tentang kehidupannya, dijelaskanlah oleh nyai tentang kehidupannya yang sebenarnya. Ia menjelaskan bahwa ia adalah seorang anak yatim oleh karena itu ia yang bekerja mencari nafkah untuk kehidupannya sehari-hari
9.      Nyai mendadak terharu karena ia ingat almarhum ayahnya.
10.  Akum dan wasit menyadari bahwa, membicarakan tentang ayah memang membuat sedih. Mereka bertiga adalah anak yatim
11.  Akum dan Wasit berpikir jika ayah mereka masih hidup mereka tidak akan susah payah mencari nafkah di pinggir jalan seperti sekarang.
12.  Mereka bertiga seperti saudara kandung, saling sayang menyayangi walaupun tidak serumah karena mereka selalu bersama-sama mencari nafkah di pinggir jalan untuk biaya sehari-hari.
13.  sebelum pulang kerumah masing-masing, mereka bertiga berkumpul di salah satu toko, dan pasrti membicarakan pendapatan hasil bekerja membersihkan kaca kendaraan dan bernyanyi.
14.  Karena Nyai mendapatkan hadiah lima belas ribu, ia membelikan roti bakar untuk Akum dan Wasit.
15.  Mereka bertiga menikmati roti bakar di pos kamling yang masih belum datang petugasnya.
16.  Tanggal empat belas. Sebelah timur, sudah muncul bulan purnama yang cahayanya memancar menerangi kepala ketiga anak yatim itu.
17.  Cahaya itu menerangi kepala mereka, mereka bertiga merasa seperti elusan seorang ayah, hati mereka terharu melihat tayangan televisi, seorang anak tiduran di pangkuan orangtuanya sambil di elus  kepalanya.
18.  Mereka bertiga sadar bahwa orangtua mereka bukan orang kaya oleh karena itu mereka membantu orangtua mereka untuk mencari nafkah.
19.  Seorang wanita tua lewat di dekat pos kamling.
20.  Kemudian wasid berkata bahwa ada Nini Anteh.
20.1 Akum setuju dengan perkataan wasid karena ia diceritakan oleh bapaknya.
20.2Nyai juga mendengar dari ibunya, Nini Anteh di bulan kerjanya menenun kain.          
20.3 Akum dan Wasid meminta penjelasan kepada Nyai karena pada saat diceritakan, mereka belum sekolah sehingga lupa lagi cerita Nini anteh di bulan itu. Sedangkan Nyai pada saat itu sudah sekolah.
20.4 Dijelaskanlah Cerita Nini Anteh, menurut ibunya bila bulan purnama tanggal 14, ibunya dan teman-temannya di kampung baik anak perempuan maupun laki-laki, suka ‘mulan’ bermain di halaman rumah. Halaman rumah sudah bersih, karena dibersihkan sejak siang hari. Bila bermain sudah lelah, kemudian duduk berkumpul sambil bernyannyi.
20.5 Akum dan Wasit bertanya kepada Nyai tentang nyanyian yang bagaimana yang dinyanyikan pada saat bulan purnama itu.
20.6 Nyai menyanyikan lagu bahasa sunda tersebut. Nyanyiannya sebagai berikut:

Hayu batur urang mulang. Da ayeuna caang bulan. Tuh di ditu diburuan. Nu lening meunang nyapuan.”
20.7Nyai menjelaskan lagi selesai bernyanyi. Semua anak-ank berteriak Nini     Anteh menta baju anyar” (Nini Anteh minta baju baru). Hal karena katanya Nini Anteh di bulan membuat kain.
20.8 Akum dan Wasid tersenyum karena tidak percaya di bulan ada Nini Anteh menenun kain.
20.9 Nyai meyakinkan Akum dan Wasid kembali dengan berkata bila anak-anak sudah ‘mulan’  di bulan purnama lain meminta minta baju baru, beberapa hari kemudian akan memperoleh baju baru.
20.10      Akum tetap tidak percaya, ia malah berkata orangtua mereka tersindir pada malam hari karena anak-anaknya berteriak-teriak meminta baju baru.
20.11      Wasid melihat keadaan di zaman sekarang. Anak-anak yang “mulan” sudah jarang, karena zaman sekarang, baju baru banyak di toko-toko, selain itu sudah banyak pabrik tekstil pakai mesin.
20.12      Akum beranggapan bahwa zaman sekarang yang sulit diperoleh itu adalah duit, apalagi bagi mereka bertiga yang bukan seperti anak orang kaya yang meminta apapun akan diberikan.
21.       Nyai mengajak dua kawannya itu untuk meminta duit  kepada Nini Anteh.
22.       seperti ada yang memerintah mereka bertiga secara bersama-sama berteriak meminta duit sambil menatap rembulan.
23.       Lalu muncul wanita tua dan berkata, nenek itu bangga mempunyai cucu yang mau bersusah payah mencari rezeki yang halal untuk menuntut ilmu. Nenek itu mendoakan ketiga anak tersebut berhasil menggapai cita-cita dan selamat dunia akhirat. Ia tidak bisa memberi uang kepada ketiga anak itu karena nenek itu tidak mencetak uang di bulan. Nenek itu menyuruh ketiga anak itu untuk segera pulang ke rumah masing-masing karena ibu mereka sudah menunggu.
24.       Sebulan kemudian. Akum, Wasid, dan Nyai di sekolahnya mendapat beasiswa dari pemerintah. Sebab tiga anak yatim tersebut di sekolahnya masing-masing bisa meraih bintang pelajar teladan. Selain mendapat predikat murid terpandai dalam belajar di sekolahnya Akum, Wasid, dan Nyai juga pandai di bidang Iainnya serta berkelakuan baik. Terhadap orang tua, guru di sekolah maupun kepada teman-temannya serta masyarakat lainnya.







 



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20                           21 22 23 24



            Bulatan yang tidak tertutup menunjukkan lamunan, sedangkan angka menunjukkan sekuen. Cerpen ini terdiri dari 24 sekuen pada saat penceritaan, ada 12  sekuen berada pada saat sorot balik (12.1-12.12) jadi seluruhnya ada 36 sekuen. Apabila diperhatikan jumlah sekuen pada pada sorot maju (24 sekuen) lebih banyak dibandingkan sorot balik. Maka jelaslah bahwa  secara kronologis alur cerpen ini disusun menggunakan alur maju. Pada bagiannya awal cerpen ini diceritakan seorang anak laki-laki berlari ke pinggir toko setelah membersihkan debu kaca salah satu kendaraan dan menerima uang lima ratus rupiah.kemudian  Ia menghitung hasil pendapatannya hari ini. Ia mensyukuri atas rezekinya walaupun hanya tiga ribu lima ratus rupiah. Tak lama kemudian datanglah kawannya yang bernama Wasid, seperti biasa Akum menanyakan pendapatan Wasid hari ini. Wasid mendapatkan empat ribu rupiah  ketika mereka berdua mengobrol, datanglah  Nyai dengan hadiah yang dibawanya, Ia diberi hadiah oleh wanita tua yamg kepalanya bejilbab, berupa 3 lembar uang lima ribu rupiah. Karena Nyai ditanya oleh Wanita tua itu tentang kehidupannya. Kemudian dijelaskanlah oleh Nyai tentang keluarganya yang sebenarnya. Ia menceritakan bahwa ia adalah anak yatim, maka  dari itu ia  yang mencari nafkah untuk membantu ibunya dan kebutuhan sehari-hari. Karena mendapatkan hadiah Nyai mentraktir roti bakar untuk Akum dan Wasid. Mereka menikmati roti bakar tersebut di pos siskamling. Kemudian lewatlah seorang wanita tua di dekat pos kamling tersebut. Pada saat itu adalah bulan purnama mereka bertiga memperbinncangkan tentang Nini Anteh di bulan yang kerjanya menenun kain, pada saat rembulan juga. Ibu dan teman-temannya di kampung baik anak perempuan maupun laki-laki, suka ‘mulan’ bermain di halaman rumah. Halaman rumah sudah bersih, karena dibersihkan sejak siang hari.

Di bawah sinar purnama, berbagai permainan dilakukan. Yaitu bermain galah, ucing-ucingan, emprak, congkak, dll…. Bila bermain sudah lelah, kemudian duduk berkumpul sambil bernyanyi. Anak-anak itu bernyanyi sunda, berikut nyanyiannya.

                                                                                                                              
Hayu batur urang mulang. Da ayeuna caang bulan. Tuh di ditu diburuan. Nu lening meunang nyapuan.”
                                                                                                               
Selesai bernyanyi. Semua anak-anak berteriak-teriak, “Nini Anteh menta baju anyar” (Nini Anteh minta baju baru). karena katanya Nini Anteh di bulan membuat kain.
Nyai mengingat cerita ibunya kembali, mengenai anak-anak yang meminta baju pada bulan purnama akan dikabulkan keesokan harinya. Setelah Nyai cerita panjang lebar kedua temannya itu tidak percaya dengan Nyai. Kemudian Nyai mengajak kedua temannya itu untuk meminta duit kepada rembulan. Yang awalnya  kedua kawannya tidak percaya menjadi penurut kepada Nyai. Mereka bertiga memohon kepada rembulan supaya diberikan uang untuk keperluan sekolah, untuk membeli buku, tas sekolah dan sepatu. Tak lama kemudian datanglah seorang wanita tua dan berkata, nenek itu bangga mempunyai cucu yang mau bersusah payah mencari rezeki yang halal untuk menuntut ilmu. Nenek itu mendoakan ketiga anak tersebut berhasil menggapai cita-cita dan selamat dunia akhirat. Ia tidak bisa memberi uang kepada ketiga anak itu karena nenek itu tidak mencetak uang di bulan. Nenek itu menyuruh ketiga anak itu untuk segera pulang ke rumah masing-masing karena ibu mereka sudah menunggu.
Sebulan kemudian. Akum, Wasid, dan Nyai di sekolahnya mendapat beasiswa.dari pemerintah. Sebab tiga anak yatim tersebut di sekolahnya masing-masing bisa meraih bintang pelajar teladan. Selain mendapat predikat murid terpandai dalam belajar di sekolahnya Akum, Wasid, dan Nyai juga pandai di bidang Iainnya serta berkelakuan baik. Terhadap orangtua, guru di sekolah maupun kepada teman-temannya serta masyarakat lainnya.
2)      PENOKOHAN
a.       Akum
Akum merupakan seorang anak yatim, ayahnya telah meninggal, kini ia tinggal bersama ibunya. Ia membantu ibunya mencari nafkah dengan membersihkan kaca jendela kendaraan dipinggir jalan atau bernyanyi. Walaupun begitu ia tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya dan membantu ibunya. Ia mempunyai cita-cita lulus SD karena ia tahu, mungkin ibunya tidak sanggup untuk menyekolahkannya kejenjang yang lebih tinggi. Dari ilustrasi yang digambarkan oleh pengarang tokoh Akum merupakan oorang yang sabar, pantang menyerah, dan tidak mudah putus asa dalam menjalani hidupnya, walaupun harus setiap hari membersihkan kaca jendela kendaraan yang berada di pinggir jalan.
“Alhamdulillah...dapat tiga ribu lima ratus rupiah...,” Akum bergumam sambil memasukkan uang yang sudah dekil karena jarang dicuci.

“Seribu rupiah buat ibuku sisanya untuk keperluan sekolah,” kata Akum sambil berdiri.


Dari kutipan diatas terlihat bahwa tokoh Akum adalah Tokoh yang selalu bersyukur atas nikmat Allah, berapapun pendapatannya pada hari itu. Akum juga orang yang tidak mudah percaya terhadap hal-hal yang mustahil, hal ini tampak pada kutipan berikut
“Baju baru bukan dari Nini Anteh, tapi dari orangtuanya mereka tersindir. Pada malam hari anak-anak berteriak-teriak minta baju baru ya?” kata Akum.
Akum  merupakan anak yang pintar ia mendapat beasiswa dari pemerintah. Karena ia meraih bintang pelajar teladan. Selain itu ia juga padai serta berkelakuan baik terhadap orang tua, guru, teman-teman serta masyarakat lainnya.


b.      Wasid
Tokoh wasid dalam cerpen ini hampir sama dengan tokoh Akum membantu ibunya mencari nafkah dengan membersihkan kaca jendela kendaraan dipinggir jalan atau bernyanyi. Walaupun begitu ia tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya dan membantu ibunya. Ia mempunyai cita-cita lulus SD karena ia tahu mungkin ibunya tidak sanggup untuk menyekolahkannya kejenjang yang lebih tinggi. Dari ilustrasi yang digambarkan oleh pengarang tokoh Wasid merupakan orang yang sabar, pantang menyerah, dan tidak mudah putus asa dalam menjalani hidupnya, walaupun harus setiap hari membersihkan kaca jendela kendaraan yang berada di pinggir jalan setelah pulang sekolah. Tokoh Wasid juga tidak percaya akan sesuatu yang mustahil. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
“Sekarang biarpun ada bulan purnama, jarang anak-anak yang “mulan”; dan tidak ada anak-anak yang minta baju baru kepada Nini Anteh. Sebab zaman sekarang baju baru banyak di toko-toko, selain sudah banyak pabrik tekstil pakai mesin ya?” kata Wasid.
Wasid merupakan anak yang pintar ia mendapat beasiswa dari pemerintah. Karena ia meraih bintang pelajar teladan. Selain itu ia juga padai serta berkelakuan baik terhadap orang tua, guru, teman-teman serta masyarakat lainnya.
c.       Nyai
Tokoh Nyai di dalam cerpen ini, tokoh yang beruntung karena ia mendapatkan hadiah dari wanita tua yang keepalanya berjilbab. Tokoh Nyai di dalam cerpen ini sama nasibnya dengan toloh Akum dan Wasid. Mereka bertiga harus bekerja untuk kebutuhan sehari-hari. Ia tak mudah putus asa, sabar, pantang menyerah dalam menjalani hidupnya.
“Sebab Nyai dapat hadiah lima belas ribu.... Akum dan Wasid akan ditraktir roti bakar, supaya tidak kedinginan sebelum pulang ke rumah,” kata Nyai.
Dari kutipan di  atas terlihat bahwa tokoh Nyai mempunyai sifat saling berbagi kepada teman-temannya karena ia mempunyai rezeki yang lebih. Karakter tokoh Nyai mempunyai daya ingatan yang sangat baik. Ia menceritakan semua prihal tentang Nini Anteh kepada dua temannya itu. Walaupun setelah bercerita kedua kawannya tidak percaya. Ia kembali membujuk kedua kawannya itu untuk minta uang kepada bulan purrnama. Hingga akhirnya kedua kawannya itu pun mau. Nyai merupakan anak yang pintar ia mendapat beasiswa dari pemerintah. Karena ia meraih bintang pelajar teladan. Selain itu ia juga pandai serta berkelakuan baik terhadap orang tua, guru, teman-teman serta masyarakat lainnya.
3)      LATAR
Ruang lingkup sebuah karya fiksi hakikatnya adalah keberadaan sebuah dunia yang dibangun oleh si pengarang. Latar menyangkut ruang dimana pristiwa itu berlangsung. Oleh karena itu, latar tidak hanya merupakan bentukan yang diciptakan;  melainkan ruang dan waktu dan suasana bisa muncul dalam latar itu. Pada bagian latar ini akan diuraikan latar tempat dan latar suasana yang menjadi latar dari peristiwa yang dialami oleh para tokoh dalam cerpen ini. Latar tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
a.       Latar tempat
            Persimpangan jalan merupakan ruang bergerak dalam cerpen ini. Di persimpangan jalan pengarang menggambarkan keberadaan tokoh serta peristiwa yang di alami para tokoh. Hal ini dapat terlihat dari ilustrasi berikut:

SETELAH membersihkan debu kaca salah satu kendaraan di persimpangan jalan lalu menerima uang lima ratus rupiah, Akum terus berlari ke pinggir toko. Semula akum akan membersihkan kaca kendaraan lainnya. Tapi terasa badannya kedinginan, sebab tertiup angin malam musim kemarauan yang sangat dingin. Di pinggir toko, lalu Akum rnenghitung uang hasil belas kasihan dari membersihkan kaca kendaraan sejak pukul 14.00 WIB siang sampai 20.00 WIB.
Dari ilustrasi di atas terlihat pula bahwa pengarang menceritakan tokoh sedang berada di pinggir toko.

SEKALIPUN rumah ketiga anak yatim tersebut tidak satu kampung; tetapi karena tiap hari bertemu, dan mempunyai cita-cita yang sama yaitu ingin tamat sekolah tingkat SD. Akum, Wasid, dan Nyai tampak seperti saudara sekeluarga; satu sama lain saling sayang menyayangi. Mereka bertiga tiap hari harus mencari nafkah di pinggir jalan, untuk biaya sekolah dan membantu ibunya untuk keperluan hidup mereka sehari-hari. Makan dan minum. Selesai mencari nafkah, sebelum pulang ke rumah masing-masing, Akum, Wasid, dan Nyai, suka berkumpul di salah satu toko, di bawah lampu jalan dekat pohon mahoni. Obrolan mereka bertiga pasti menceritakan pendapatan hasil bekerja membersihkan kaca kendaran dan bernyanyi.
Dari ilustrasi  di atas pula para tokoh bergerak di ruang pinggir jalan setelah itu mereka pergi ke pos kamling untuk makan roti bakar, hal ini tampak pada ilustrasi berikut:
Setelah membeli roti bakar mereka masuk ke pos kamling yang masih belum datang petugasnya. Mereka lahap sekali memakan roti bakar panas dengan cuaca malam yang dingin. Malam itu tanggal empat belas. Sebelah timur, sudah muncul bulan purnama yang cahayanya memancar, menerangi pepohonan, atap rumah penduduk, berbagai kendaran yang lalu lalang dijalan raya. Juga menerangi anak yatim Akum, Wasid, dan Nyai.

b.                  Latar waktu
Latar waktu digunakan dengan tujuan melukiskan kapan peristiwa terjadi. Latar waktu  pada cerpen ini sangat erat kaitannya dengan latar tempat yang sudah dipaparkan sebelumnya.Latar waktu yang ditunjukkan oleh pengarang didalam cerpen ini menunjukkan siang sejak pukul 14.00 WIB siang sampai malam 20.00 wib. Setelah mereka bekerja mencari  nafkah mereka berkumpul memakan roti bakar yang dibelikan oleh Nyai. Latar waktu pada saat itu menunjukkan malam hari, hal ini tampak pada ilustrasi berikut:
Cahaya bulan purnama yang menerangi kepala anak yatim; terasa oleh mereka seperti elusan tangan seorang ayah yang sayang terhadap anak-anaknya. Elusan sayang dari seorang ayah, sudah lama sekali tidak dirasakan oleh ketiga anak yatim itu. Hati mereka suka terharu, bila melihat tayangan di televisi, ada seorang anak tiduran di pangkuan orangtuanya sambil dielus kepalanya, yang berlangsung di rumah orang kaya.
Latar waktu yang ditampilkan pada ilustrasi di atas sangat menunjang suasana kesedihan ketiga para tokoh karena tidak merasakan kasih sayang dari seorang ayah dan mereka terharu, bila melihat tayangan di televisi, ada seorang anak tiduran di pangkuan orangtuanya sambil dielus kepalanya, yang berlangsung di rumah orang kaya.
Berdasarkan paparan di atas maka jelaslah latar waktu yang melatari cerpen dapat diketahui latar waktunya adalah malam. Namun secara umum latar waktu yang ditampilkan cerpen meliputi siang dan sore hari. Latar tempat dan latar waktu di atas sangat berpengaruh terhadap alur cerita. Keduanya menunjukkan adanya kelogisan cerita karena setiap peristiwa tidak akan pernah terlepas dari latar tempat dan waktu.
4.)        TEMA
Tema merupakan pokok permasalahan atau konflik sentral yang terkandung dalam cerpen. Karena tema cerita tidak secara langsung disampaikan oleh pengarang, maka untuk mempermudah menentukan tema, peneliti mencoba mengemukakan konflik utama yang mendukung terbentuknya sebuah tema. Konflik tersebut antara lain sebagai berikut :

Mereka bertiga tiap hari harus mencari nafkah di pinggir jalan, untuk biaya sekolah dan membantu ibunya untuk keperluan hidup mereka sehari-hari. Makan dan minum. Selesai mencari nafkah,
Hati Akum, Wasid dan Nyai serta anak di seluruh dunia; tentu mempunyai keinginan yang sama yaitu mempunyai orangtua yang penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya. Bila anak orang kaya ingin sekolah dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, tentu akan dibiayai orangtuanya; apalagi anaknya pintar dan berkelakuan baik. Namun begitulah kehidupan; ada orang kaya dan ada orang miskin. Kehidupan umat manusia sudah ada yang mengatur yaitu Tuhan yang Mahakuasa, seperti yang dialami oleh ketga anak yatim itu. Mereka sebenarnya tidak ingin tiap hari setelah pulang sekolah harus mencari belas kasihan di pinggir jalan untuk mendapatkan uang. Tapi mereka sadar, orangtuanya yang tinggal ibunya bukan orang kaya.
Akum dan Wasid merasakan pula bila ada yang menceritakan soal ayah suka sedih. Sebab menurut Akum dan Wasid bila ayah mereka masih hidup, belum tentu harus mencari nafkah dl pinggir jalan seperti sekarang. Akum dan Wasid sama seperti Nyai adalah anak yatim.
Berdasarkan kutipan di atas jelaslah bahwa tema yang diangkat oleh pengarang dalam cerpen ini  menyangkut permasalahan kehidupan anak-anak jalanan yang harus mencari nafkah untuk membantu ibunya dan memenuhi kebutuhan hidupnya setiap hari. Masih banyak anak-anak yang tidak mendapatkan penghidupan yang layak. Itu bukan tugas seorang anak untuk mencari  nafkah, memang ayah mereka sudah meninggal. Mereka hanya memiliki ibu yang juga hidupnya tidak berkecukupan. Terpaksalah mereka harus membantu ibunya. Di dalam cerpen ini secara tidak langsung diajukan untuk pemerintah mengenai masalah penghidupan yang layak, rakyat Indonesia belum semuanya mendapatkan mendaptkan kehidupan yang layak mereka pontang-panting mencari sesuap nasi.
Tokoh Akum, Wasid dan Kamboja (ketiga laki-laki dari keluarga yang tidak berkecukupan) seorang anak laki-laki membantu ibunya mencari nafkah dengan membersihkan kaca jendela kendaraan dipinggir jalan atau bernyanyi. Walaupun begitu ia tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya dan membantu ibunya. Ia mempunyai cita-cita lulus SD karena ia tahu mungkin ibunya tidak sanggup untuk menyekolahkannya kejenjang yang lebih tinggi. Mereka bertiga mencari nafkah karena mereka sudah tidak punya ayah lagi. Mereaka harus membantu ibu mereka  untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, walaupun begituk ketiga anak itu tetap rajin dalam bekerja untuk sekolah mereka. Mereka  bertiga tidak pasrah dengan keadaan, selalu berusaha dan berdoa hingga pada akhirnya mereka bertiga memohon kepada rembulan. Sebulan kemudian. Akum, Wasid, dan Nyai di sekolahnya mendapat beasiswa dari pemerintah. Sebab tiga anak yatim tersebut di sekolahnya masing-masing bisa meraih bintang pelajar teladan. Selain mendapat predikat murid terpandai dalam belajar di sekolahnya Akum, Wasid, dan Nyai juga pandai di bidang Iainnya serta berkelakuan baik. Terhadap orangtua, guru di sekolah maupun kepada teman-temannya serta masyarakat lainnya.


Lampiran cerpen "Bintang Prestasi di Pinggir Jalan"




Cerpen Pikiran Rakyat, 1 Juli 2012 – oleh Didin D Basoeni

SETELAH membersihkan debu kaca salah satu kendaraan di persimpangan jalan lalu menerima uang lima ratus rupiah, Akum terus berlari ke pinggir toko. Semula akum akan membersihkan kaca kendaraan lainnya. Tapi terasa badannya kedinginan, sebab tertiup angin malam musim kemarauan yang sangat dingin. Di pinggir toko, lalu Akum rnenghitung uang hasil belas kasihan dari membersihkan kaca kendaraan sejak pukul 14.00 WIB siang sampai 20.00 WIB.

“Alhamdulillah...dapat tiga ribu lima ratus rupiah...,” Akum bergumam sambil memasukkan uang yang sudah dekil karena jarang dicuci.

“Seribu rupiah buat ibuku sisanya untuk keperluan sekolah,” kata Akum sambil berdiri. Tetapi ketika mau pergi, datang seorang anak lelaki seusia Akum yang juga mencari belas kasihan dari penumpang kendaraan di pinggir jalan dengan cara bernyanyi pake alat musik kaleng bekas tutup botol minuman yang dipaku ke papan pendek yang dipegang tangannya.

“Kamu dapat uang berapa Sid?” Tanya Akum kepada Wasid yang baru datang menemuinya.

“Lumayan dapat empat ribu rupiah... Kum. Tapi pendapatan hari ini tidak akan diberikan sebagian pendapatannya kepada Akum. Ketika dua anak lelaki itu sedang mengobrol, datang lagi seorang anak wanita seusia Akum dan Wasid ikut kumpul dengan wajah berseri-seri.

“Kum, Sid, Nyai memperoleh hadiah..!”

“Hadiah.., apa, Nyai?“ kata Akum dan Wasid berbarengan kepada Nyai yang jari tangannya meremas sesuatu erat sekali.

“Lihat di tangan Nyai ada tiga lembar uang lima ribu.”

“HadIah... dari siapa... Nyai?“ Tanya Akum dan Wasid.

“Mula-mulanya seperti biasa... Nyai bernyanyi di pinggir jendela salah satu kendaraan diiringi kaleng bekas tutup botol minuman. Nahhh... beres Nyai bernyanyi, seorang wanita tua yang kepalanya berjilbab, dari dalam kendaraan bertanya kepada Nyai, tentang kehidupan sehari-hari dari orangtua Nyai. Karena pertanyaan serius dari wanita berjilbab tersebut kemudian oleh Nyai di terangkan bahwa Nyai masih sekolah tingkat SD. Hasil dari bernyanyi di pinggir jalan untuk membantu ibu dan keperluan sekolah Nyai, seperti membeli buku dan lain-lain. Karena ditanya, Nyai pun menjelaskan bahwa Nyai sudah tidak mempunyai ayah, sebab Bapak meninggal ketika bekerja di salah satu perusahaan bangunan tertimpa besi beton. Nahhh... selesai Nyai bercerita; wanita tua berjilbab dari dalam kendaraan mengusap kepala Nyai sambil memberi lembaran uang. Ternyata uang tersebut tiga lembar, lima ribuaan….”

Menceritakan ayah yang meninggal suara Nyai mendadak terharu. Karena Nyai ingat kepada almarhum ayahnya.

Akum dan Wasid merasakan pula bila ada yang menceritakan soal ayah suka sedih. Sebab menurut Akum dan Wasid bila ayah mereka masih hidup, belum tentu harus mencari naskah dl pinggir jalan seperti sekarang. Akum dan Wasid sama seperti Nyai adalah anak yatim.

**
SEKALIPUN rumah ketiga anak yatim tersebut tidak satu kampung; tetapi karena tiap hari bertemu, dan mempunyai cita-cita yang sama yaitu ingin tamat sekolah tingkat SD. Akum, Wasid, dan Nyai tampak seperti saudara sekeluarga; satu sama lain saling saying menyayangi. Mereka bertiga tiap hari harus mencari nafkah di pinggir jalan, untuk biaya sekolah dan membantu ibunya untuk keperluan hidup mereka sehari-hari.. makan dan minum. Selesai mencari nafkah, sebelum pulang ke rumah masing-masing, Akum, Wasid, dan Nyai, suka berkumpul di salah satu toko, di bawah lampu jalan dekat pohon mahoni. Obrolan mereka bertiga pasti menceritakan pendapatan hasil bekerja membersihkan kaca kendaran dan bernyanyi.

“Sebab Nyai dapat hadiah lima belas ribu.... Akum dan Wasid akan ditraktir roti bakar, supaya tidak kedinginan sebelum pulang ke rumah,” kata Nyai.

Setelah membeli roti bakar mereka masuk ke pos kamling yang masih belum datang petugasnya. Mereka lahap sekali memakan roti bakar panas dengan cuaca malam yang dingin. Malam itu tanggal empat belas. Sebelah timur, sudah muncul bulan purnama yang cahayanya memancar, menerangi pepohonan, atap rumah penduduk, berbagai kendaran yang lalu lalang dijalan raya. Juga menerangi anak yatim Akum, Wasid, dan Nyai.

Cahaya bulan purnama yang menerangi kepala anak yatim; terasa oleh mereka seperti elusan tangan seorang ayah yang sayang terhadap anak-anaknya. Elusan sayang dari seorang ayah, sudah lama sekali tidak dirasakan oleh ketiga anak yatim itu. Hati mereka suka terharu, bila melihat tayangan di televisi, ada seorang anak tiduran di pangkuan orangtuanya sambil dielus kepalanya, yang berlangsung di runah orang kaya. Hati Akum, Wasid dan Nyai serta anak di seluruh dunia; tentu mempunyai keinginan yang sama yaitu mempunyai orangtua yang penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya. Bila anak orang kaya ingin sekolah dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, tentu akan dibiayai orangtuanya; apalagi anaknya pintar dan berkelakuan baik. Namun begitulah kehidupan; ada orang kaya dan ada orang miskin. Kehidupan umat manusia sudah ada yang mengatur yaitu Tuhan yang Mahakuasa, seperti yang dialami oleh ketga anak yatim itu. Mereka sebenarnya tidak ingin tiap hari setelah pulang sekolah harus mencari belas kasihan di pinggir jalan untuk mendapatkan uang. Tapi mereka sadar, orangtuanya yang tinggal ibunya bukan orang kaya.

**
SJNAR bulan purnama tanggal 14 malam itu, semakin memancar menerangi alam raya. Tiga anak yatim menatap bulan purnama dan tidak ada satu orang pun yang bicara. Tetapi ketika ada seorang wanita tua lewat yang di dekat pos kamling; Wasid berkata pelan-pelan.

“Bapa dulu pernah bercerita kepadaku, katanya di bulan itu ada Nini Anteh,” ucap Wasid.

“Bapaku juga pernah cerita tentang Nini Anteh di bulan,” kata Akum.

“Nyai pun pernah mendengar dari ibuku, Nini Anteh di bulan itu kerjanya menenun kain,” Kata Nyai menyambung cerita Wasid dan Akum.

‘Nahhh.. coba ceritakan oleh Nyai, Nini Anteh di bulan..” kata Akum dan Wasid. Sebab waktu bapaknya cerita Nini Anteh. Akum dan Wasid masih anak-anak belum sekolah sehingga lupa lagi cerita Nini Anteh di bulan itu.

“Nyai mendengar cerita Nini Anteh di bulan. Kan sudah sekolah, jadi sekarang tentu masih ingat ya? kata Akum dan Wasid.

“Cerita Nini Anteh, menurut ibuku: karena bila bulan purnama tanggal 14 seperti sekarang, ibu dan teman-temannya di kampung baik anak perempuan maupun laki-laki, suka ‘mulan’ bermain di halaman rumah. Halaman rumah sudah bersih, karena dibersihkan sejak siang hari.

Di bawah sinar purnama, berbagai permainan dilakukan. Yaitu bermain galah, ucing-ucingan, emprak, congkak, dll…. Bila bermain sudah lelah, kemudian duduk berkumpul sambil bernyanyi.

“Nyanyiannya bagaimana Nyai?” Tanya Akum dan Wasid.

“Kalau tidak salah begini tapi nyanyiannya dalam bahasa Sunda. Hayu batur urang mulang. Da ayeuna caang bulan. Tuh di ditu diburuan. Nu lening meunang nyapuan.”

Selesai bernyanyi. Semua anak-anak berteriak-teriak, “Nini Anteh menta baju anyar” (Nini Anteh minta baju baru). Hal karena katanya Nini Anteh di bulan membuat kain.

“Nahh... begitulah ceritanya,” ucap Nyai sambil tersenyum. Akum dan Wasid pun ikut tersenyum. Karena mereka tidak percaya di bulan ada Nini Anteh menenun kain.

“Tapi kata ibuku, bila anak-anak sudah ‘mulan’ di bulan purnama lain minta baju baru, beberapa hari kemudian suka memperoleh baju baru,” ucap Nyai.

“Baju baru bukan dari Nini Anteh, tapi dari orangtuanya mereka tersindir. Pada malam hari anak-anak berteriak-teriak minta baju baru ya?” kata Akum.

“Sekarang biarpun ada bulan purnama, jarang anak-anak yang “mulan”; dan tidak ada anak-anak yang minta baju baru kepada Nini Anteh. Sebab zaman sekarang baju baru banyak di toko-toko, selain sudah banyak pabrik tekstil pakai mesin ya?” kata Wasid.

“Zaman sekarang yang sulit diperoleh duit. Tapi sulit itu untuk anak-anak seperti kita. Bagi anak-anak yang orangtuanya kaya, jangankan minta uang untuk beli baju baru, untuk beli sepeda, motor juga banyak yang diberi,” kata Akum.

“Sekarang kita bertiga. Kepada Nini Anteh, minta duit saja, jangan minta baju baru ya?” kata Nyai.

Seperti ada yang rnemberi perintah, tiga anak yatim Akum, Wasid, dan Nyai yang berada di pos kamling, secara bersama-sama berteriak sambil menatap bulan purnama.

“Nini Anteh, Nini Anteh, minta uang untuk keperluan sekolah untuk beli buku, tas sekolah, sepatu!”

Teriakan tiga anak yatim tersebut seperti suara ajaib yang keluar dari pengeras suara. Mengalahkan suara lainnya pada malam itu. Angin malam yang berhembus meniup daun-daun pepohonan berhenti. Tiba-tiba dari angkasa ada cahaya memancar ke pos kamling, lalu muncul seorang wanita tua.

“Selamat malam cucuku. Nenek sangat bahagia sekali punya cucu seperti Akum, Wasid, dan Nyai; yang mau bersusah payah mencari rezeki yang halal untuk menuntut ilmu. Nini berdoa, semoga kalian bertiga berhasil mencapai cita-cita dan selamat di dunia maupun di akhirat... maafkan nenek tidak bisa memberikan uang yang kalian minta. Sebab nenek di Bulan tidak mencetak uang..... sekarang sudah malam, pulanglah segera ke rumah masing-masing sebab ibumu sudah menunggu kalian di rumah.

SEBULAN kemudian. Akum, Wasid, dan Nyai di sekolahnya mendapat beasiswa dari pemerintah. Sebab tiga anak yatim tersebut di sekolahnya masing-masing bisa meraih bintang pelajar teladan. Selain mendapat predikat murid terpandai dalam belajar di sekolahnya Akum, Wasid, dan Nyai juga pandai di bidang Iainnya serta berkelakuan baik. Terhadap orangtua, guru di sekolah maupun kepada teman-temannya serta masyarakat lainnya.     
 






















                                           







                                                                                                        


     





Komentar

Postingan Populer